Tokoh Filsafat: Epicurus serta Sejumlah Pemikirannya
Epicurus
Epicurus lahir di Pulau Samos yang merupakan pemukiman orang Athena. Hidup sekitar tahun 341-270 SM. Epicurus tumbuh besar pada masa terakhir Zaman Klasik Yunani. Diketahui kalau Epicurus pernah belajar dari tokoh Platonis Samos yang bernama Pamfolis, sekitar empat tahunan.
Sumber: gohighbrow.com |
Epikureanisme merupakan mazhab filsafat yang didirikannya. Pemikirannya dipengaruhi oleh Democritus, Aristoteles, dan mungkin oleh tokoh filsafat yang beraliran sinisme. Beliau mendirikam sekolahnya sendiri yang memiliki julukan "kebun" di Athena. Terkenal sebagai penulis ulung yang konon telah menulis banyak karya, tetapi yang sayangnya sebagian besar dilahap oleh zaman. Yang tersisa hanya tiga surat yang ditukisnya; Surat kepada Menoikeus, Surat kepada Pitokles, dan Surat kepada Herodotos. Dan ada juga dua rangkaian kutipan, yaitu Ajaran Pokok dan Pepatah Vatikan.
Epicurus menganut aliran empirisme seperti Aristoteles. Yang artinya, beliau hanya percaya indra sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Epicurus menolak gagasan Plato kalau nalar adalah sumber pengetahuan yang terpercaya di dunia dan terpisah dengan dunia indra (terdapat di dunia ide). Dan begitu pula menentang kaum skeptik yang tidak hanya mempertanyakan kemampuan indra dalam mencari pengetahuan, tetapi juga menggarisbawahu kalau manusia tidak dapat mengetahui apapun tentang dunia.
Beliau mengatakan kalau indra tidak akan pernah memperdaya manusia, tapi, tapi, indra bisa saja disalahtafsirkan oleh budi. Epicurus menyatakan kalau tujuan segala pengetahuan adalah untuk membantu manusia mencapai ataraxia. Apa sih ataraxia? Ataraxia adalah suatu keadaan saat sesorang sepenuhnya telah bebas dadi segala macam rasa penyesalan, takut, atau cemas. Epicurus mengajarkan kalau pengetahuan tidak melekat dari lahir tapi ditunai dari pengalaman. Kemudian orang perlu menerima kebenaran dari hal-hal yang beliau persepsikan demi kesehatan moral dan spiritualnya. Beliau juga menganggap kalau kata hati merupakan otoritas tertinggi mengenai moralitas. Rasa benar atau salah itu jauh lebih dapat diandalkan daripada pepatah, etika, atau nalar; dalam menentukan apakah suatu perbuatan itu benar atau salah.
Ada dua objek penelitian Epicurus, yaitu yang bisa dan yang tak bisa diselidiki langsung. Beliau percaya kalau segala pernyataan yang bertentangan dengan pengalanan pasti itu salah. Dan berlaku sebaliknya, segala penyaaan yang tak bertentangan atau berkaitan dengan pengalaman itu pasti benar. Dengan ini malah membuat kaum Epikurean sulit untuk menjelaskan hal-hal yang tidak dapat dipersepsikan oleh manusia atau terlalu jauh untuk diselidik secara langsung, seperti pergerakan atom atau benda langit. Nah, trik kaum Epikurean untuk menjelaskan permasalahan ini adalah dengan mengandalkan analogi pengalaman sehari-hari. kaum Epikurean percaya kalau semua peristiwa di bumi ini punya sejumlah penyebab yang sama-sama mungkin benar.
Epicurus ternyata lebih mengutamakan penjelasan naturalistik daripada teologis. Karena apa? kembali lagi ke pemikirannya, penjelasan teologia dianggap tidak berguna karena tidak dapat dipastikan kebenaran atay kesalahannya. Dalam Surat kepada Pitokles, beliau menjelakan empat penjelasan naturalistik untuk fenomena guntur, enam penjelasan untuk petir, tiga penjelasan untuk salju dan komet, dua penjelasan untuk pelangi dan gempa bumi. Walaupun penjelasan ini terbukti salah, setidajnya pemikiran Epicurus mengenai penjelasan fenomena alam melalui indra secara real bukan mengarang-ngarang kisah tentang dewa-dewi.
Epicurus merupakan seorang hedonis, yang mengajarkan hal-hal yang membahagiaan itu baik secara moral dan hal yag menyakitkan itu jahat. Definisi "kenikmatan" menurutnya adalah ketiadaan penderitaan. Kenikmatan seseorang dapat terua mengingkat seiringan dengan kurangnya rasa sakit. Kala rasa sakit telah hilang, maka kenikmatan telah mencapai batas yang disebut aponia. Ajaran Epicurus menganjurkan untuk manusia setidaknya mencapai ataraxia atau ketenangan jiwa atau ketiadaan kegelisahan, kecemasan, dan ketakutan. Saat seseorang yakin kalau aponia terus berlanjut, maka seseorang itu juga akan mencapai batas kenikmatan pikiran. Kenikmatan dan penderitaam pikiran bergantung pada kenikmatan dan penderitaan jasmani. Ataraxia merupakan kenikmatan pikiran ini, kala penyatuan antara aponia dan ataraxia terjadi maka dipandang sebagai puncak kebahagiaan.
Sebagian besar penderitaan yang dialami oleh manusia adalah ketakutan akan kematian, azab, dan penghukuman di akhirat menurut Epicurus. Kematian adalah akhir dari keberadaan, kisah-kisah menakutkan mengenai hukuman di akhirat adalah takhayul konyol, kematian bukanlah sesuatu yang patut ditakuti. Itulah pendapat Epicurus. Ada kutipan Non fui, fui, non sum, non curo yang artinya Dulu aku tiada, lalu ada, kini tiada, aku tak peduli. Kutipan ini bersal dari surat Epicurus kepada Menoikeus yang bahkan di ukir di batu nisan para pengikut Epicurus dan juga sering ditemui di batu nisan Kesaisaran Romawi. Kimi malah serinh digunakan oleh kaum Humanis di pemakaman.
Oh ya, mengenai hedonisme Epicurus sering disalah artikan sebagai dukungan upaya mencari kenimatan duniawi secara berlebihan, Epicurus justru menyatakan kalau seseorang hanya bisa bahagia dan terbebas dari penderitaan jika seseorang itu hidup dengan bijak, tidak mabuk, dan tentunya bermoral. Beliau menentang perilaku birahi yang berlebihan dan memperingatkan manusia untuk selaku mempertimbangkan tindakannya akan menjerumuskan ke penderitaan atau tidak. Kenikmatan hidup bukan berasal dari serangkaian minum-minuman atau pesta pora, tetapi dari penalaran yang tak terpengaruhi minuman keras. Bisa saja sepotong keju yang biasa saja lebih memuaskan daripada keju paling mahal di restoran termahal.
Terdapat dua kenikmatan menurut Epicurus: kenikmatan yang "bergerak" dan kenikmatan yang "diam". Kenikmatan yang "bergerak" menyeruak kala seseorang sedang memenuhi hasrat dan indra-indranya sedang terangsang. Kala hasratnya terpenuhi (misal seseorang itu sudah kenyang) maka kenikmatan ini segera luntur dan muncul penderitaan untuk merasakan kenikmatan ini lagi. Sedangkan kenikmatan yang "diam" mengacu pada kenikmatan yang timbul sesaat sudah tidak lagi berhasrat akan sesuatu. Seks dan pernikahan merupakan hal buruk menurut penuturan Epicurus, baginya lebih pentìng untuk kehidupan yang berbahagia adalah persahabatan. Bergelut dengan dunia filsafat juga merupakan sesuatu yang menyenangkan yang tercatat dalam Pepatah Vatikan milik Epicurus.
Adanya hubungan antara kenikmatan dengan hasrat, Epicurus membedakan tiga jenis hasrat:
1. Hasrat alami dan perlu. Hasrat ini mudah dipenuhi, dapat membawa kenikmatan besar jika terpenuhi. Juga penting untuk keberlangsungan hidup. Contohnya adalah hasrat makan.
2. Hasrat alami dan tak perlu. Adalah hasrat kodrati yang sebenarnya tidak dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup. Contohnya hasrat untuk makan makanan mewah, meskipun manusia butuh makan tapi manusia masih bisa erkelanjutan hiduo walau cuma makan makanan sederhana.
3. Hasrat angkuh dan kosong. Hasrat akan sesuatu yang tidak memiliki batas. Jadim sulit untuk dipenuhi dan malah membuat manusia menginginkan lebih dan lebih. Contoh yang paling obvious yaitu kekayaan dan kekuasaan.
Lanjut mengenai pemikiran Epicurus yang lain. Epicurus menulis kepada Herodotos yang menyatakan kalau tidak ada yang bisa muncul dari ketiadaan, sehingga beliau memandang semua peristiwa punya penyebab entah penyebabnya sudah diketahui atau belum. Kemudian menyatakan kalau tidak ada yang menjadi tiada, karena jika ada suatu benda yang benar-benar binasa, maka konsekuensinya segala seuatu yang ada di alam raya ini seharusnya juga musnah, karena benda itu meluruh menuju ketiadaan. Itulah sebabnya Epicurus yakin kalau segala sesuatu yang ada itu sama dari dulu hingga sekarang dan yang akan datang, karena benda tidak dapat musnah menuju ketiadaan dan juga tidak ada sesuatu di luar keseluruhan dari keberadaan tersebut yang dapat mengubah hal ini.
Filsafat Epicurus mengenai alam terpengaruhi oleh Democritus sehingga beliau mengajarkan kalau semua materi terbuat dari partikel-partikel yang sangat kecil dan disebut dengan atom. Dan juga mengajarkan bahwa satu-satunya yang ada adalah atom dan kekosongan. Kekosomgam ada di tempat yang tidak ada atom. Epicurus dan pengikutnya percaya kalau atom dan kekosongan itu tak terbatas, sehingga jagat raya pun tak terhingga juga.
Tidak lupa mengajarkan kalau pergerakan atom itu tetap, abadi, dan juga tanpa awal maupu akhir. Epicurus meyakini terdapat dua macam pergerakan, yaitu oergerakan atom dan pergerakan benda tampak. Keduanya pergerakan yang real bukan ilusi. Democritus mengambarkan atom yang bergerak secara abadi, saling bertubrukan; bersatu; dan berpisah. Sedangkan Epicurus mencetuskan gagasan "penyimpangan" atom, salah satu gagasan yang paling dikenal. Menurut gagasan ini, atom bisa bergerak membelok dari arah yang seharusnya dilewati. Alasan Epicurua memperkenalkan gagasan ini yaitu memberikan ruang untuk konsep kehendak bebas even beliau mendukung model atomisme deterministik.
Epicurus dan pengikutnya, menyatakan keberadaan dewa-dewi karena manusia secara empiris dapat merasakan keberadaan mereka. Beliau tidak mengatakan dewa-dewi bisa dilihat secara fisik, tapi menurut pendapatnya manusia telah melihat penampakan dewa-dewi dari alam mimpi, dan mimpi ini merupakan kiriman langsung dari dewa-dewi. Menurut George K Strodach, Epicurus bisa saja menolak dewa-dewi karena aliran materialisme yang dianutnya, tapi bagi Epicurus dewa-dewi masih memainkan peranan penting dalam teologi sebagi teladan moral sempurna.
Ketika Epicurus percaya dewa-dewi, di sini ditekankan dewa sempurna secara moral, sosok yang terpisah, tak bergerak di wilayah angkasa sana. Beliau menolak konsep dewa-dewi antropomorfik yang berjalan di bumi layaknya manusia, memiliki anak, saling bermusuhan dan lainnya. Epicurus sangat menentang konsep dewa-dewi mencampuri urusan manusia, mereka sangat sempurna; terpisah dari dunia sehingga mereka tidak bisa mendengarkan doa manusia; dan mereka tidak melakukan apapun kecuali merenungkan kesempurnaan mereka sendiri. Dalam suratnya kepada Herodotos, Epicurus menampik peran dewa-dewi dalam fenomena alam, selain itu keyakinan tentang dewa-dewi yang mengendalikan fenomena alam bisa menyebarkan takhayul tentang dewa-dewi yang menghukum manusia akibat kesalahannya. Hal ini dapat menakut-nakuti manusia dan membuat manusia susah untuk mencapai ataraxia.
Trilema Epicurus tidak terdapat dalam tulisan Epicurus yang masih ada. Tetapi, jikalau memang beliau menulisnya, kemungkinan besar adalah argumen yang menentang kuasa dewa-dewi. Bukan argumen ingin membantah keberadaan mereka. Trilema Epicurus isinya:
"Tuhan, katanya, ingin menghilangkan kejahatan, tetapi tidak dapat; atau Ia dapat, tetapi tidak berniat; atau Ia tidak berniat dan tidak dapat, atau Ia berniat dan dapat. Jika Ia berniat dan tidak dapat, Ia lemah, yang tidak sesuai dengan sifat Tuhan; jika Ia dapat dan tidak berniat, Ia dengki, yang juga berbeda dengan Tuhan; jika Ia tidak berniat dan tidak dapat, Ia dengki dan lemah, sehingga bukan Tuhan; jika Ia berniat dan dapat, yang sesuai dengan Tuhan, maka dari amanakah kejahatan? Atau kenapa Ia tidak menghilangkannya?"
Keadilan sebagai kontrak sosial itulah salah satu pemikiran lain dari Epicurus. Jadi, manusia membentuk masyarakat agar bisa terlepas dari bahaa yang dihadapi jika hidup dalam keadaan prasosial, seperti kelaparan atau serangan binatang buas. Nah, agar masyarakat tetap tertib dan rakyatnya bisa hidup tanpa rasa takut, diperlukan aturan yang menentukan satu sama lain. Epicurus mendefinisikan "keadilan alam" sebagai kesepakatan bwrsama untuk tidak melukai satu sama lain. Beliau yakin kalau keberadaan keadilan pada dasarnya bergantung kepada keberadaan kesepakatan atau tidak ada keadilan di luar kesepakatan.
Questo è tutto
Grazie per aver letto
E ci vediamo l'ora del nido
Referensi
1. Asmis, Elizabeth. 1984. Epicurus' Scientific Method, Ithaca, New York: Cornell University Press.
2. Barnes, Jonathan. 1986. "15: Hellenistic Philosophy and Science", dalam Boardman, John; Griffin, Jasper; Murray, Oswyn, The Oxford History of the Classical World, Oxford, Inggris: Oxford University Press.
3. Brewer, Ebenezer Cobham; Evans, Ivor H. 1989. Brewer's Dictionary of Phrase and Fable (edisi ke-14th), New York City, New York, Grand Rapids, Michigan, Philadelphia, Pennsylvania, St. Louis, Missouri, San Francisco, California, London, Inggris, Singapura, Singapura, Sydney, Australia, Tokyo, Jepang, dan Toronto, Kanada: Harper & Row Publishers.
4. DeWitt, Norman Wentworth. 1954. Epicurus and His Philosophy, Minneapolis, Minnesota: University of Minnesota Press.
5. Dillon, Sheila. 2006. Ancient Greek Portrait Sculpture: Contexts, Subjects, and Styles, Cambridge University Press.
6. Erler, Michael. 2011. "Chapter II: Autodidact and student: on the relationship of authority and autonomy in Epicurus and the Epicurean tradition", dalam Fish, Jeffrey; Sanders, Kirk R., Epicurus and the Epicurean Tradition, Cambridge, Inggris: Cambridge University Press.
7. Fish, Jeffrey; Sanders, Kirk R. 2011. "Chapter I: Introduction", dalam Fish, Jeffrey; Sanders, Kirk R., Epicurus and the Epicurean Tradition, Cambridge, Inggris: Cambridge University Press.
8. Frischer, Bernard. 1982. The Sculpted Word: Epicureanism and Philosophical Recruitment in Ancient Greece, Berkeley and Los Angeles, California dan London, Inggris: University of California Pres.
9. Gordon, Pamela 2012. The Invention and Gendering of Epicurus, Ann Arbor, Michigan: The University of Michigan Press.
10. Gordon, Pamela. 2013. "Epistulatory Epicureans", dalam Boter, G. J.; Chaniotis, A.; Coleman, K. M.; de Jong, I. J. F.; Reinhardt, T., Epistolary Narratives in Ancient Greek Literature, Mnemosyne: Supplements: Monographs on Greek and Latin Language and Literature, 359, Leiden, The Netherlands: Koninklijke Brill.
11. Jones, Howard (2010), "Epicurus and Epicureanism", dalam Grafton, Anthony; Most, Glenn W.; Settis, Salvatore, The Classical Tradition, Cambridge, Massachusetts dan London, Inggris: The Belknap Press of Harvard University Press.
12. Hickson, Michael W. 2014. "A Brief History of Problems of Evil", dalam McBrayer, Justin P.; Howard-Snyder, Daniel, The Blackwell Companion to The Problem of Evil, Hoboken, New Jersey: Wiley-Blackwell.
13. Kenny, Anthony. 2004. Ancient Philosophy, A New History of Western Philosophy, 1, Oxford, Inggris: Oxford University Press.
14. Lactantius. 2009. "On the Anger of God", dalam Zagzebski, Linda; Miller, Timothy D., Readings in Philosophy of Religion: Ancient to Contemporary, Chichester, Inggris, dan Malden, Massachusetts: Wiley-Blackwell.
15. Long, A. A. 1999. "Epicurus", A Companion to Philosophers, Malden, Massachusetts dan Oxford, Inggris: Wiley Publishers, Ltd.
16. Milton, J.R. 2002. "10: The Limitations of Ancient Atomism", dalam Tuplin, C.J.; Griffin, Rihll; T.E., Science and Mathematics in Ancient Greek Culture, Oxford University Press.
17. O'Keefe, Tim. 2010. Epicureanism, Durham: Acumen.
18. Rist, J.M. 1972. Epicurus: An Introduction, Cambridge: Cambridge University Press.
19. Rosenbaum, Stephen E. 2004. "Chapter 11: How to Be Dead and Not Care: A Defense of Epicurus", dalam Benatar, David, Life, Death & Meaning: Key Philosophical Readings on the Big Questions, Lanham, Maryland, Boulder, Colorado, New York City, New York, Toronto, Kanada, dan Oxford, Inggris: Rowman & Littlefield Publishers, Inc.
20. Schafer, Paul M. 2003. "The Young Marx on Epicurus: Dialectical Atomism and Human Freedom", dalam Gordon, Dane L.; Suits, David B., Epicurus: His Continuing Influence and Contemporary Relevance, Rochester, New York: Rochester Institute of Technology, Cary Graphic Arts Press.
21. Smith, Nicholas D. 2000. Reason and Religion in Socratic Philosophy, Oxford University Press.
22. Strodach, George K. 2012. "Introduction", The Art of Happiness, New York City, New York: Penguin Classics.
23. Wasson, Donald L. (7 September 2016), "Epicurus", Ancient History Encyclopedia.
24. "Epikuros dan Kenikmatan Hidup". 13 Juni 2014. 5 November 2020. https://rumahfilsafat.com/2014/06/13/epikuros-dan-kenikmatan-hidup/amp/
25. "Filsuf Epicurus". karyatulismulti.com. 10 Oktober 2019. 5 November 2020. https://www.karyatulismulti.com/2017/12/pandangan-filsuf-yunani-epicurus.html?m=1
26. "Hedonisme; Cara Bahagia A la Epicurus". ideapers.com. 13 Februari 2020. 5 November 2020. https://www.ideapers.com/2020/02/hedonisme-cara-bahagia-la-epicurus.html?m=1
27. "Semua Tentang Filsafat Epicurus". greelane.com. 24 Mei 2019. https://www.greelane.com/id/sastra/filsafat/epicurus-and-his-philosophy-of-pleasure-120295/
Comments
Post a Comment